Desember bagi sebagian orang, terkhusus umat Kristen selalu identik dengan Natal. Dan umumnya, Natal identik dengan baju baru. Ohooo..benarkah? Ah! Jangan pura-pura bodoh. Memang demikian adanya. Seperti perbincangan dua orang ibu muda di ruang tamu tempat kostku kira-kira dua minggu lalu..
“Baju-baju anak sekarang mahal juga ya?”
“Yah, begitulah..”
“Walaupun kita tak punya baju baru pada Natal kali ini, setidaknya anak-anak kita bisa pakai baju baru..”
Ya, iyalah..”
“Uhuk-uhuk..” sayangnya batukku hanya bisa terskenario di dalam hati sembari mengelus dada dengan tangan palsu.
Hmmm..menarik untuk disimak dan ditelusuri. Inikah nilai yang mau kita tanamkan kepada putra-putri kita? Ketika ayah-bunda bertarung dalam luapan diskon maupun harga selangit yang berusaha ditebus dengan angsuran 2-3 kali, hanya untuk sebuah atau beberapa potong BAJU BARU! Ya, baju baru yang akan dipamerkan saat Natal Sekolah Minggu, Natal ngak-ngik-ngok maupun puncaknya pada 25 Desember besok. Padahal bila kita mau memundurkan hati dan pikiran ke masa 2.000-an tahun silam, disanalah terbaring si bayi yang ayah-bundanya hanya mampu menyediakan lampin bekas untuk membungkus raga calon Juruselamat dunia itu. Miris bin tragis, teman…untunglah tak tergolong sadis..
Lalu kubayangkan kedua ibu muda itu berada pada tubuh sang anak yang berusaha menyelamatkannya dari rasa malu ketika seorang teman sebayanya berkata, “Eh, kau pakai baju lama, ya? Aku sering melihatmu memakai baju ini berkali-kali.” Apa itu aib yang ingin dihindarkan para ayah-bunda era modern ini? Padahal Allah sudah rela memikul aib untuk menjelmakan Putra-Nya dalam diri seonggok daging dan tulang-belulang yang berbentuk seorang bayi! Menjadi segambar dan serupa manusia, ciptaan-Nya yang sudah terlanjur tenggelam dalam rupa-rupa kenajisan dosa.
Sebenarnya tak masalah bila merayakan Natal dengan berbalutkan baju baru. Tapi tentu tak wajib setiap tahun demikian, bukan? Baju baru maupun lama, sehelai kain usang bahkan dalam ketelanjangan penuh kepapaan yang paling hina sekalipun, Tuhan akan tetap hadir disitu; membarui ingatan kita akan kasih anugerah keselamatan cuma-cuma yang patut kita pahami, terima, syukuri dan bagikan kepada sesama maupun yang tak sama.
Syukurlah kalau memang isi dompet bisa berkompromi dengan label harga yang dilekatkan pemilik toko. Namun bila tidak? Apa kita rela melilitkan diri pada hutang hingga memasuki tahun baru? Maka berikutnya bukan lagi karena kemauan ayah-bunda tapi rengekan putra-putri kita akan menjadi suatu ritual di bulan Desember; kebiasaan yang mau tak mau harus dituruti hanya karena nilai kegengsian yang sudah menindih terlalu dalam akan makna Natal itu sendiri. Dan niscaya, kebiasaan ini akan terus mendarah daging hingga ke generasi berikutnya-berikutnya-berikutnya dan berikutnya lagi..mari merenung
Lihat Koleksi Baju Couple t-shirt lewat HP/ BB kamu
(See the
couple t-shirts |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.